pro kontra hukuman mati
NAMA: MUHAMMAD IBRAHIM DAPUBEANG
NIM: 201410020311025
JURUSAN: SYARI’AH (AKHWAL
SYAKHSIYAH)
MATA KULIAH: HUKUM PIDANA
·
Argumen
Kontra
Kaum abolisionis mendasarkan argumennya pada beberapa alasan.
Pertama, hukuman mati merupakan bentuk hukuman yang merendahkan martabat
manusia dan bertentangan dengan hak asasi manusia. Atas dasar argumen inilah
kemudian banyak negara menghapuskan hukuman mati dalam sistem peradilan
pidananya. Sampai sekarang ini sudah 97 negara menghapuskan hukuman mati.
Negara-negara anggota Uni Eropa dilarang menerapkan hukuman mati berdasarkan
Pasal 2 Charter of Fundamental Rights of the European Union tahun
2000.
Majelis Umum PBB pada 2007, 2008, dan 2010 mengadopsi resolusi
tidak mengikat (non-binding resolutions) yang mengimbau moratorium
global terhadap hukuman mati. Protokol Opsional II International
Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR akhirnya melarang penggunaan
hukuman mati pada negara-negara pihak terkait. Dasar argumen selanjutnya yang
dikemukakan kelompok abolisionis adalah konstitusionalitas hukuman mati. Kaum
abolisionis di Amerika Serikat, misalnya, menentang hukuman mati karena hukuman
ini bertentangan dengan Amendemen VIII Konstitusi Amerika Serikat.
Dasar argumentasi konstitusional juga telah digunakan oleh kaum
abolisionis di Indonesia. Pada 2007, dua WNI terpidana mati kasus narkoba,
yaitu Edith Sianturi dan Rani Andriani, serta tiga warga Australia anggota
“Bali Nine”, yakni Myuran Sukumaran, Andrew Chan, dan Scott Rush, mengajukan
permohonan uji konstitusional kepada Mahkamah Konstitusi atas pasal hukuman
mati dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Kuasa hukum pemohon berargumentasi pasal pidana mati UU No. 22/1997
bertentangan dengan Pasal 28A Perubahan II Undang-Undang Dasar 1945. Namun
permohonan para pemohon ditolak oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang
pada intinya menyatakan hukuman mati terhadap kejahatan yang serius merupakan
bentuk pembatasan hak asasi manusia.
Kelompok abolisionis juga membantah alasan kaum retensionis yang
meyakini hukuman mati akan menimbulkan efek jera dan, karena itu, akan
menurunkan tingkat kejahatan khususnya kejahatan terkait narkoba. Belum ada
bukti ilmiah konklusif yang membuktikan korelasi positif antara hukuman mati
dan penurunan tingkat kejahatan narkoba.
·
Argumen
pro
Kelompok retensionis tidak kalah sengit mengajukan argumen yang
mendukung hukuman mati. Alasan utama adalah hukuman mati memberi efek cegah
terhadap penjahat potensial kejahatan narkoba. Bila menyadari akan dihukum
mati, penjahat demikian setidaknya akan berpikir seribu kali sebelum melakukan
kejahatan narkoba.
Fakta membuktikan, bila dibandingkan dengan negara-negara maju yang
tidak menerapkan hukuman mati, Arab Saudi, yang memberlakukan hukum Islam dan
hukuman mati, memiliki tingkat kejahatan yang rendah. Berdasarkan data United
Nations Office on Drugs and Crime pada 2012, misalnya, tingkat
kejahatan pembunuhan hanya 1,0 per 100 ribu orang. Bandingkan dengan Finlandia
yang sebesar 2,2; Belgia 1,7; dan Rusia 10,2.
Kaum retensionis juga menolak pendapat kelompok abolisionis yang
mengatakan hukuman mati (terhadap penjahat narkoba) bertentangan dengan
kemanusiaan. Sebaliknya, mereka berpendapat justru kejahatan narkoba merupakan
kejahatan luar biasa yang menistakan perikemanusiaan. Kejahatan narkoba
merupakan kejahatan kemanusiaan yang merenggut hak hidup tidak hanya satu
orang, melainkan banyak manusia. Kelompok retensionis berpendapat, hukuman mati
terhadap penjahat narkoba tidak melanggar konstitusi sebagaimana telah
dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi. Di Amerika Serikat pun, hukuman mati tidak
bertentangan dengan konstitusi. Dalam kasus Gregg vs Georgia, Mahkamah Agung
Amerika Serikat menyatakan, “The punishment of death does not violate the
Constitution.”
Dari berbagai argumen yang dikemukakan kelompok abolisionis dan
retensionis, sesungguhnya dapat diambil kebijakan sintesis hukuman mati bagi
penjahat narkoba di Indonesia. Dalam keadaan darurat narkoba seperti
sekarang ini, ketika kejahatan narkoba telah merusak generasi muda dan merampas
hak hidup banyak manusia di Indonesia, adalah adil menjatuhkan hukuman mati
terhadap satu orang penjahat narkoba. Jadi, pertimbangan
utamanya adalah rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hukuman mati juga
diterapkan untuk memberi peringatan keras bagi para penjahat narkoba potensial
bahwa kita tidak akan berkompromi dengan kejahatan yang serius dan luar biasa
itu.
Tetapi hukuman mati hanya dijatuhkan pada bentuk kejahatan narkoba
yang paling jahat, seperti pemroduksi dan pengedar narkoba. Selain itu, hukuman
mati harus sangat berhati-hati dijatuhkan. Dalam sistem peradilan pidana yang
korup seperti sekarang ini, seseorang sangat mungkin menjadi korban peradilan
sesat (miscarriage of justice). Bahkan di Amerika Serikat sekalipun yang
sistem peradilan pidananya relatif cukup baik, dalam periode 1900-1987 23 orang
telah dihukum mati karena kekeliruan peradilan.
Karena itu, untuk mencegah miscarriage of justice,
terdakwa kejahatan narkoba harus diberi hak melakukan upaya hukum yang adil.
Misalnya, dalam sidang kasasi, terdakwa wajib diadili sendiri oleh sembilan
hakim agung pidana Mahkamah Agung. Untuk mengumpulkan bukti-bukti baru yang
meyakinkan (novum), ia pun diberi hak untuk mengajukan peninjauan kembali tanpa
batas waktu.
Apabila terdakwa pada akhirnya dipidana mati, ia pun masih memiliki
kesempatan mengajukan grasi atau permintaan ampun. Ia dapat mengajukan
permintaan ampun kepada parlemen sebagai wakil rakyat yang telah dirugikan.
Jika grasinya diterima, hukumannya diperingan. Peringanan hukuman hanya boleh
diberikan menjadi minimal 20 tahun penjara. Namun, bila ditolak, ia masih
memiliki kesempatan memohon grasi kepada presiden.
Apabila Indonesia telah terbebas dari darurat narkoba dan
kedaulatan hukum telah ditegakkan, hukuman mati terhadap penjahat narkoba
sebaiknya dihapuskan. Dampak kejahatan narkoba dalam keadaan “normal” tidaklah
seburuk seperti dampak kejahatan narkoba dalam keadaan darurat. Hukuman mati
hanyalah salah satu cara untuk mencegah meluasnya kejahatan narkoba. Memberantas
korupsi dalam proses penegakan hukum antinarkoba, mengurangi permintaan akan
narkoba, dan merehabilitasi korban narkoba adalah beberapa cara lain yang
efektif untuk memberantas kejahatan itu.
Selain itu, meskipun kita telah mendesain sistem peradilan pidana
dengan baik untuk mencegah miscarriage of justice, kemungkinan
menghukum mati orang yang tidak sepantasnya dihukum mati tetap ada. Kita tidak
ingin menghukum mati anak manusia yang tidak bersalah. Sebab, seperti yang
dikatakan ahli hukum abad ke-12, Moses Maimonides, “It is better and
more satisfactory to acquit a thousand guilty persons than to put a single
innocent man to death.” Membunuh satu manusia (yang tidak bersalah),
sesungguhnya adalah seperti membunuh seluruh manusia, begitulah yang
difirmankan Sang Maha Adil (QS. 5 : 32).
Pemerintah Indonesia di masa depan perlu mengkaji opsi kebijakan
untuk memberikan hukuman pidana terberat bagi terpidana warga negara asing
berdasarkan sistem pemidanaan negara asal warga negara itu (bisa hukuman mati
atau seumur hidup). Misalnya, bila peradilan Indonesia menjatuhkan hukuman mati
bagi warga negara asing yang di negaranya tidak ada hukuman mati maka Presiden
RI dapat mengabulkan grasi warga negara asing tersebut dengan meringankan atau
memberikan hukuman terberat menurut sistem pemidanaan di negaranya, misalnya
hukuman seumur hidup.
Banyak warga negara Indonesia juga terancam hukuman mati di
beberapa negara. Sebagai negara tentu kita akan berusaha melindungi mereka.
Namun, sebagaimana ditegaskan dalam piagam PBB dan hukum internasional kita
memahami dan menghormati kedaulatan (hukum) negara lain.
Kita berharap penerapan hukuman mati oleh Indonesia terhadap
penjahat narkoba yang telah merampas hak hidup banyak manusia tidak seharusnya
merusak hubungan baik dan kerja sama bilateral antara Indonesia dan negara lain
yang telah lama dan susah payah dibangun. Bila itu terjadi, tentu yang
dirugikan adalah rakyat kedua negara. Sudah semestinya kita bersatu
bergandengan tangan melawan kejahatan yang serius ini.
Komentar
Posting Komentar